Sabtu, 06 Mei 2017

CELOTEH ANAK - Titipan Do'a


CELOTEH ANAK


Titipan Do'a


Adzan Maghrib berkumandang di masjid.
Ayah siap-siap sholat, sebelum berangkat ayah bertanya pada anak-anak, "Ada yang mau ikut sholat di mesjid, ga...?"
"Ngga...." Anak-anak serempak menjawab.
"Kami sholat di rumah saja, Ayah." Jawab Nabasa.
"Kalau begitu... mau titip do'a apa?" Ayah sambil menatap ketiga anaknya.
Alecia langsung menjawab, "Banyak uang!"
"Iya... banyak uang dan dagangan Teteh laku!" Nabasa menimpali sambil tertawa kecil.
Kinanti tidak mau ketinggalan sambil mengacungkan tangannya ia berseru, "Jadi anak pintar!"
Alecia langsung menoleh ke arah adiknya itu, "Uangnya gimana, Kinan? Pintar juga kalau tidak punya uang, bagaimana bisa sekolah?"
Dengan nada santai Kinanti menjawab, "Minta aja sama Teteh dan Cia."
"Hhmm...." Nabasa dan Alecia saling menatap, mengerutkan muka sambil memonyongkan bibirnya.
"Hahaha...." Ibu yang memperhatikan mereka dari tadi, tertawa lebar.
Ayah juga ikut tertawa, "Hahaha... iya, iya... Ayah berangkat dulu, ya... Assalamualaikum." Segera berangkat ke masjid, sebab sudah terdengar khomat.
"Waalaikumsalam...." Ibu, Nabasa, Alecia, dan Kinanti serentak menjawab, lalu mereka bersiap untuk sholat di rumah.
***
Dengan uang kita bisa memiliki banyak pilihan.
Dengan kepintaran, kecerdasan, banyak hal yang bisa didapatkan.
Dengan bersujud kita akan memperoleh kedamaian.
Julianti, Ciputat, 03092016

Jumat, 28 April 2017

CELOTEH ANAK - Keserakahan


CELOTEH ANAK
Keserakahan

Suasana saat makan pagi di hari Minggu.
Kinanti disuapin ibu.
Ayah selesai makan, lalu bersiap-siap kerja bakti di lingkungan komplek perumahan.
Nabasa dan Alecia makan dengan lahap dan terburu-buru, sebab ingin segera pergi main bersama teman-temannya.
Melihat kakak-kakaknya sudah mau selesai makan, Kinanti pun ingin segera menghabiskan makanannya.

"Bu, suapin Kinan kok sedikit-sedikit, Kinan mau sebesar Teteh suapannya!"

"Mulut Kinan kan lebih kecil dari Teteh, jadi suapannya juga sedikit, supaya ngunyahnya mudah." Sahut ibu.

"Iya, sebelum sebesar Teteh, Kinan harus sebesar Cia dulu dong suapannya!" Alecia menimpali.

"Pokoknya Kinan mau sebesar suapan Teteh! Aa...." Mulutnya dibuka lebar.

Ibu mengambil nasi dari piring satu sendok makan penuh, lalu memberikannya pada Kinanti.
Mulut Kinanti penuh, sebagian nasi terlihat keluar dari mulutnya, lalu ia tahan dengan tangan agar tidak berjatuhan, mengunyah dengan cepat. Akhirnya ia bisa menelan dan menghabiskan nasi di mulutnya. "Tuh, kan bisa, Kinan bisa makan sebesar suapan Teteh!"

"Huuuhh... jangan sok deh...!" Nabasa menoleh ke arah Kinanti, mengerutkan muka dengan bibir monyong.

"Weeew...!" Kinanti membalas cibiran kakaknya dengan memonyongkan bibir.

"Sudah, ah! Lagi makan malah saling cibir. Nih, Aa... lagi!" Ibu mengulurkan sendok penuh makanan suapan berikutnya.

"Bu, sekarang Kinan mau sebesar suapan Ayah!"

"Wadduh, suapan Ayah kan lebih banyak dari Teteh." Ibu menatap Kinanti.

"Iyaa... tidak apa-apa." Kinanti dengan lagak santai.

Nabasa pergi ke dapur dan membawa sendok nasi, memberikannya pada ibu. "Pakai ini aja, Bu!" Sambil tertawa.

Ibu dan Alecia ikut tertawa.
Kinanti mengerutkan muka, menoleh ke arah Nabasa.

"Ini suapan Kinan aja, kalau suapan ayah, mulut Kinan tidak cukup." Ibu mengambil setengah sendok.

"Tambah lagi! Sebesar suapan Ayah." Kinanti merajuk.

Ibu melotot sambil geleng-geleng kepala. "Kinan harus belajar sabar. Jangan memaksakan diri. Semua ada waktunya."

Kinanti cemberut.

"Ya udah, ini suapan ayah, muat ga mulutnya?" Ibu memberi makanan satu sendok penuh sampai muncung ke atas.

Semua tertawa.
Kinanti nekad membuka lebar-lebar mulutnya.
Matanya terpejam, lalu membelalak lebar. Mulutnya tidak bergerak.
Akhirnya Kinanti muntah.
***

"Keinginan tidak terbatas, tapi kemampuan sangat terbatas, mulut yang kecil tidak akan bisa menampung seukuran mulut dewasa, begitu pun mulut manusia tidak akan bisa menyuap sebesar kudanil.😀
Masing-masing memiliki ukuran tersendiri.
Keserakahan menelan tanpa ukuran hanya akan membuat muntah.
Juliant, Ciputat 07092016

Kamis, 06 April 2017

CELOTEH ANAK - Menikmati yang Ada

CELOTEH ANAK

Menikmati yang  Ada

Ibu baru pulang dari pasar, membawa plastik belanjaan, Nabasa segera menghampiri dan bantu membawakan satu kantong.
Kinanti dan Alecia ikut mendekat dan bertanya, "Ibu belanja apa?"

"Sayur dan buah." Meletakkan kantong plastik belanjaan di dapur.

Kinanti membuka salah satu bungkusan plastik. "Wow... buah
favorit Kinan!" Setengah berteriak.

"Asyiiik...! Durian ya?" Alecia turut membuka kantong plastik.

"Bukan, itu nanas." Sahut ibu.

"Ooo... itu nanas, Kinan!" Alecia memperjelas.

"Iya, buah favorit Kinan kan nanas."

"Kemarin katanya buah favorit Kinan, durian, sekarang kok nanas?" Alecia mendelik ke arah Kinanti.

"Kan, sekarang Ibu belinya nanas, jadi Kinan suka nanas." Menjawab santai.

"Huuu... semuanya aja favorit Kinan!" Nabasa dengan nada sinis.

"Engga... satu aja, kok." Kinanti menoleh ke Nabasa.

"Iya, iya... tidak apa-apa, Teh... biar Kinan mau yang ada saja. Kalau minta durian atau yang lainnya, kan repot." Ibu tersenyum ke Nabasa, lalu mengambil nanas, mengupas, memotong kecil-kecil, menempatkannya di atas piring. "Ambil garpu masing-masing, ya... ini nanasnya kita makan bareng!" Membawa nanas itu ke Saung.

Nabasa, Alecia dan Kinanti mengikuti ibu ke saung, mereka duduk santai sambil makan nanas bersama-sama.

***

Menikmati yang ada, tidak banyak keinginan dan angan-angan. inilah pelajaran yang dapat diambil dari celotehan Kinanti saat ini.
Julianti, Ciputat, 27082016

Sabtu, 18 Maret 2017

CELOTEH ANAK - Salah Paham

CELOTEH ANAK

Salah Paham

Hujan baru saja berhenti, matahari masih diselimuti awan, redup, angin berhembus cukup kencang.
Ibu berpikir, "Lumayan ada angin, bisa sedikit mengeringkan pakaian."
Ibu meminta Kinanti untuk membantu menjemur kembali pakaian yang masih basah. "Kinan... bantuin Ibu jemurin pakaian, ya."
"Iya,Bu." Tampak senang, menjemur pakaian baginya seperti sebuah mainan, ia memilih tempat jemuran yang pendek terlebih dulu agar mudah terjangkau. Kinanti ingin berbagi kesenangan dengan Alecia, ia pun memanggilnya. "Teh Cia... sini bantuin Kinan,"
Alecia yang sedang menonton TV segera menjawab, "Iyaa... bentar...."
"Ayoo... cepetan sini bantuin."
"Iya, iya." Alecia menghampiri Kinanti yang sedang asyik di bagian atas batang jemuran, menggunakan kursi plastik agar dapat menjangkaunya.
Alecia langsung mengambil satu persatu pakaian dari batang jemuran bawah, meletakkannya ke dalam ember.
Kinanti turun dari kursi, melihat ke arah ember, "kok jemurannya ga abis-abis deh kayanya."
"Ini tinggal sedikit lagi, kok." Alecia sambil terus mengambil pakaian dari batang jemuran menaruhnya di ember.
" Yaaa.... Cia.... bukan diangkatin, tapi dijemurin!"
"Yeee... kirain diangkatin."
" Ah, Kinan cape jadinya!" Cemberut lalu duduk di lantai sambil memeluk lutut.
"Kinan ga bilang jemurin, tadi bilangnya bantuin doang, ya dikira angkatin. hehehe." Alecia tertawa kecil menatap Kinanti yang masih cemberut.
"Udah ah, Kinan males!"
Ibu dari dapur mendengar suara Kinanti yang ngambek, segera menuju belakang menghapiri Alecia dan Kinanti. "Kenapa, kok Kinan ngambek?"
Alecia segera menceritakan kejadian tadi ke ibu.
Ibu tertawa lucu, "Hehehe...."
Mendengar ibu tertawa Kinanti semakin manyun.
Ibu segera mendekati dan menggendong Kinanti menuju ke dalam rumah, duduk di sofa.
Alecia mengikuti.
"Kinan cape yaa...? terimakasih ya udah bantu Ibu." Ibu memeluk Kinanti.
"Itu... Cia nya...." Kinanti menggerutu.
"Iyaa... tadi Cia tidak mengerti maksud Kinan, sebab Kinan bilanginnya kurang jelas, jadi salah deh." Ibu senyum, sambil tetap memeluk Kinanti.
"Cia juga... lain kali kalau ada yang tidak dimengerti atau ragu, sebaiknya tanya dulu, agar tidak salah paham." Lanjut ibu sambil mendekatkan tubuh Alecia dengan Kinanti, memeluknya bersamaan.
"Iya...." Jawab Alecia pelan.
"Sekarang, kalau mau nonton TV, nonton aja. Biar nanti Ibu yang lanjutin jemurnya."
Ibu melepaskan pelukannya, bangkit, dan berjalan menuju belakang rumah melanjutkan menjemur pakaian.
Alecia dan Kinanti menonton TV film kartun kesukaannya.
***
Salah paham sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi jika kita masih punya itikad baik untuk saling mengerti, memperbaiki, maka semua dapat terselesaikan dengan damai.
Julianti, Ciputat, 24112016

Minggu, 12 Maret 2017

CELOTEH ANAK - Semangat

CELOTEH ANAK

SEMANGAT

Waktu menunjukkan pukul tujuh malam.
Nabasa, Alecia dan Kinanti sedang mengerjakan PR dari sekolahnya.
Ibu menemani mereka sambil membaca buku.
Lima belas menit berlalu, ibu menoleh ke arah Kinanti, terlihat beberapa kali menguap.

"Kinan ngantuk?"

"Tidak!" Sambil merubah posisi duduknya lebih tegak.

"Kalau sudah ngantuk, tidur saja, besok pagi dilanjut lagi. Kan Kinan berangkat sekolahnya jam setengah delapan, jadi masih keburu ngerjain sisa PRnya."

"Tanggung, Bu!"

"Oh... ya sudah kalau masih mau ngerjain." Ibu melanjutkan baca buku.

Tidak lama Kinanti kembali menguap, kepala bersandar ke meja, berbantal tangannya.

"Kinan...." Ibu memanggil dengan lembut.

"Yaaa...." Menjawab perlahan.

"Yuk, bobo!"

"Nanti aja. Semangat... semangat... semangat." Dengan suara lemas ia menyemangati dirinya.

Ibu, Nabasa, Alecia, tertawa kecil mendengar ucapan 'semangat' dari Kinanti.

"Sudah lemes, masih maksain, mending tidur aja!" Nabasa nyeletuk.

"Iya... jadi lucu dengernya." Alecia menyambung.

"Kinan masih semangat, tahu!" Sambil tidak merubah posisi duduknya, kepala masih menyandar di atas meja.

"Iya... iya... sudah, ayo lanjutin lagi!" Ibu melerai.

Alecia dan Nabasa saling melihat, memonyongkan bibir, mendelik ke arah Kinanti, lalu kembali ke bukunya masing-masing.

Sepuluh menit kemudian, ibu melihat Kinanti sudah terlelap dengan posisi yang sama seperti tadi. Kepala di atas meja berbantal tangan kanan yang masih memegang pensil, "Pluk!" Pensil dari tangan Kinanti terjatuh.
Ibu segera mengangkat tubuh Kinanti, memindahkannya ke atas kasur.

"Tuh kan, dia sebenarnya sudah ngantuk, tapi maksain!" Nabasa komentar.

"Iya...." Alecia menyaut.

"Kinanti ingin seperti kakak-kakaknya, rajin belajar biar cepat pintar." Ibu menoleh ke arah Nabasa dan Alecia sambil tersenyum.

"Hhhmmm.,,." Nabasa nyinyir, lalu kembali melanjutkan PRnya.

Setelah selesai mengerjakan PR, Alecia dan Nabasa pun menuju tempat tidur, beristirahat, agar besok dapat beraktifitas kembali.
Melihat anak-anaknya sudah nyaman di peraduan, ibu menuju kamarnya, menonton film di TV, hingga tertidur juga.
***

Kata SEMANGAT jika diucapkan oleh orang dalam kondisi sungguh-sungguh bersemangat, itu akan memotivasi semua yang ada di sekitarnya.
Tapi jika tidak, maka hanya akan jadi lelucon saja.
Julianti, Ciputat, 22082016

Minggu, 05 Maret 2017

CELOTEH ANAK - Masuk Sorga

CELOTEH ANAK

Masuk Sorga

Suasana di kompleks rumah terlihat ramai, banyak warga menuju rumah Pak Soleh.
Tidak lama, terdengar suara pengumuman dari speaker masjid. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh... innalillahi wainailaihi rojiun... telah berpulang ke Rahmatullah Bapak Soleh bin Amin, yang beralamat di jalan Manggis...."

Serentak Alecia, Kinanti berlari menghampiri ibu.
"Bu... ada yang meninggal!" Keduanya dengan mimik muka serius.

"Iyaa..., tadi juga ayah sudah ke sana." Jawab ibu.

"Ayah ke sana untuk mendoakan, ya?" Tanya Alecia.

"Iya, mendoakan dan membantu mempersiapkan penguburan."

"Waaah... yang melayat banyak. Pasti masuk sorga!" Alecia sambil melihat ke luar rumah lewat jendela.

"Kenapa begitu?" Kinanti menatap heran pada Alecia.

"Karena banyak yang mendo'akan. Bu, kita harus banyak berdoa, ya, biar masuk sorga?" Alecia menatap ibu.

Belum sempat ibu menjawab, Kinanti menyeletuk, "Berdoa itu kan diam, gimana mau masuk surga kalau diam aja?"

Ibu tersenyum melihat ke Kinanti dan Alecia,

"Kalau kita berdoa dengan sungguh-sungguh, maka kita akan merasakan ketenangan, kedamaian. Nah, itulah sorga. Di mana kita dapat merasakan damai. Tapi bukan berarti kita hanya berdoa saja tanpa melakukan apa-apa. Kenapa coba...?" ibu memandang kedua anaknya secara bergantian.

Tampak Alecia dan Kinanti senyum-senyum, "Tidak tahu...." Mereka menjawab serempak.

"Karena kita hidup. Masa orang hidup diam saja!" Ibu tertawa kecil.

"Terus, ngapain, dong?" Alecia bertanya dengan ekspresi polosnya anak-anak.

"Ya bergerak, melakukan sesuatu sesuai perannya. Misal Cia, dan Kinan, belajar, bermain, dan berperilaku baik. Maka kita semua akan senang, damai. Itulah apa?"

"Sorga...!" Kembali keduanya menjawab serentak.

"Kalau yang sudah meninggal sorganya gimana?" Alecia menatap ibu penuh rasa penasaran.

"Orang yang sudah meninggal itu berarti sudah kembali pada Allah. Kita tidak tahu bagaimana bentuk sorga atau nerakanya. Kita hanya bisa menilai orang pada saat masih hidup. Jika berbuat baik, maka akan dapat kebaikan, jika berbuat buruk, akan mendapat keburukan. Itulah sorga dan neraka."

Alecia dan Kinanti terdiam, tampaknya penjelasan ibu dapat diterima oleh pikiran kanak-kanak mereka yang masih sederhana.
Melihat anak-anaknya sudah mengerti, ibu segera bersiap-siap pergi melayat.
Tidak mau ketinggalan Alecia dan Kinanti turut serta.
Mereka bersama-sama pergi ke rumah keluarga Pak Soleh.
***

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, namun berpikir secara sederhana. Dengan kesederhanaannyalah maka mereka akan selalu bersikap ceria, tanpa beban, dan damai. Itulah sorga, di mana rasa damai senantiasa bersama kita.
Julianti, Ciputat, 21082016


Kamis, 29 Desember 2016

CELOTEH ANAK - Mandiri

CELOTEH ANAK

Mandiri

Pukul sebelas lewat empat puluh lima menit, terdengar suara mengucap salam dari pintu depan, "Assalamualaikum...." Rupanya Nabasa baru pulang sekolah.

Ibu menjawab salam dan menghampiri Nabasa. "Waalaikum salam..., kok sudah pulang, sama siapa?"

"Tadi pulangnya agak cepat, nunggu dijemput Ibu kelamaan, jadi coba pulang sendiri naik angkot."

"Berani?"

"Di angkotnya sih sama Sena. Pas jalan ke kompleksnya, sendiri."

"Ooo...." Ibu kembali berjalan ke belakang rumah.

Nabasa membuka sepatu dan kaus kaki, lalu menghampiri ibu. "Bu, Teteh senang banget punya buku LKS." Mengambil beberapa buku dari dalam tasnya, menunjukkan pada ibu.

"Lho, kok sudah dapat, Ibu kan belum kasih uangnya?"

"Sudah dibayar, Bu. Pakai uang Teteh, hasil jualan Slime." Tersenyum sambil menggerak-gerakkan kedua alisnya yang tebal.

"Ooo... nanti Ibu ganti."

"Tidak usah, Bu. Teteh seneng banget bisa beli buku sendiri. Kalau dulu punya buku itu rasanya biasa saja, sekarang beda, gimana... gitu!"

Ibu tersenyum, "karena belinya pake uang sendiri kali... perasaan bangga, senang pada diri sendiri, karena sudah dapat menghasilkan sesuatu atas usaha yang telah dilakukan. Itu namanya kepuasan diri."

"Iya, Betul. Teteh merasa puas dan bangga." Tersenyum lebar.

"Berarti sekarang tambah rajin dong belajarnya." Mata ibu menatap menggoda Nabasa sambil tersenyum.

"Hehehe... sepertinya sih, begitu." Nabasa membereskan buku-buku memasukkannya kembali ke dalam tas. "Bu, Teteh merasa, semakin besar itu semakin serba sendiri. Nyuci sendiri, nyetrika sendiri, apa-apa sendiri."

"Iya memang begitu, bayi saja tidak selamanya nyusu terus sama ibunya. Apa lagi Teteh sudah kelas enam SD."

"Yeee... emangnya Teteh masih nyusu ke Ibu!"

"Itu kan, istilahnya, bukan arti yang sebenarnya."

"Hahaha...." Keduanya tertawa geli.

"Bu, Teteh mau kasih nama dulu bukunya." Berjalan menuju kamar. Satu persatu buku itu dia tulisi namanya.

Ibu tersenyum senang melihat anak sulungnya sudah bisa mandiri.
***

Banyak hal yang dapat membuat rasa bangga, percaya diri, dan dihargai. Diantaranya adalah dapat hidup MANDIRI.
Julianti, Ciputat, 16092016