Jumat, 16 September 2016

CELOTEH ANAK - Nilai

CELOTEH ANAK

Nilai

Nabasa saat ini sedang belajar berbisnis, berdagang.  Ia memproduksi mainan 'Slime'  dan menjual pada teman-temannya di sekitar kompleks rumah, juga di SD tempat ia bersekolah.
Tidak banyak keuntungan yang didapat, namun cukup membanggakan dan juga menyenangkan baginya, sebab bisa bermain sekaligus menghasilkan, punya uang jajan hasil usaha sendiri dan sebagian ia sisihkan untuk ditabung.
Melihat kakaknya senang bisa berjualan, Alecia yang masih duduk di SD kelas satu, berpikir untuk mengikuti Nabasa yang sekarang kelas enam. Tapi ia mau berjualan yang lain, yaitu alat-alat tulis. Ia minta bantuan Nabasa untuk mengantarnya berbelanja setiap ada pesanan dari teman-temannya.
Suatu hari kakek datang berkunjung ke rumah mereka.
Nabasa, Alecia, Kinanti, sangat senang sebab sudah lama tidak bertemu kakek.
Seperti biasa kakek suka memberi uang untuk jajan cucu-cucunya.
Wah... tentu saja Nabasa, Alecia, dan Kinanti tambah senang. Mereka mempunyai rencana masing-masing atas uang yang diperolehnya.

Nabasa       : "Asyiiik... Teteh punya tambahan modal untuk bikin JUMBO SLIME!" Ungkap Nabasa pada adik-adiknya.

Alecia         : "Iya... Cia juga mau tambahin macam-macam jualannya, ah!" Sahut Alecia semangat.

Kinanti hanya menatap acuh tak acuh terhadap tingkah kakak-kakaknya.

Alecia         : "Kinan, uangnya buat apa? mau jualan apa? biar nanti tambah banyak!" Menyemangati Kinanti.

Kinanti mengerutkan mulutnya sambil menggelengkan kepala.

Samar-samar dari jauh terdengar suara musik yang sudah tidak asing lagi ditelinga anak-anak. "Te... no... net..., te... no... net..., te ne ne ne ne, not."

Kinanti segera pergi ke luar, memanggil ibu yang sedang menyiangi tanaman bunganya di halaman rumah.

Kinanti     : "Bu... tolong beliin!" Berdiri di pinggir jalan depan rumah.

Suara itu semakin mendekat, rupanya abang tukang es krim datang.
Ibu menghampiri kinanti, yang sudah siap dengan uang lima puluh ribu di tangannya

Kinanti    : "Bang... beli!"

Abang tukang es krim menghampiri Kinanti. Berhenti dan membuka box tempat es krimnya.
Kinanti digendong ibu, melihat-lihat ke dalam box dan mengambil es krim yang ia suka.
Ibu memperhatikan.
Kinanti memberikan uangnya ke tukang es krim.
Tukang es krim memberikan kembalian uang ke ibu.
Ibu menghitung uang kembalian, lalu memberikannya ke Kinanti.
Ibu           : "Kinan, ini simpan uangnya di dompet Kinan!"

Kinanti menerima uang dari ibu dengan semringah. Turun dari pangkuan lalu berjalan sambil loncat-loncat menghampiri kakak-kakaknya.
Kinanti     : "Teteh... Cia... lihat, uang Kinan jadi banyak...!" Memperlihatkan uang yang ada di genggamannya yang terdiri dari sepuluh ribuan empat lembar, dan lima ribuan satu lembar.

Alecia       : "Yaaa... itu sih malah berkurang!" Sambil tertawa kecil.

Nabasa     : "Masih banyakan uang kita dong...."

Kinanti     : "Apaan, cuma satu! Kinan ada lima lembar."

Nabasa     : "Iya... tapi nilai uang Kinan jadi berkurang."

Kinanti terdiam sambil berpikir, lalu segera masuk ke kamar mengambil dompet dan memasukkan uangnya.
Nabasa menghampiri.
Nabasa     : "Kinan, ngerti tidak, mengapa nilai uang Kinan jadi berkurang?"

Kinanti       : "Ngerti." Jawabnya santai, dan seperti enggan mendengar penjelasan dari kakaknya. Ia hanya terdiam entah apa yang dipikirkan anak usia empat tahun itu.
***

Sikap Kinanti seolah mengingatkan kita, pada sesuatu yang sering kita anggap akan menambah nilai pada diri kita, padahal tidak, bahkan dapat menguranginya.
Misalkan dalam menjalankan ibadah sehari-hari, kita merasa menambah pahala atau nilai untuk kehidupan kita, akan tetapi karena ketidaktahuan,  disertai sikap, ria, sombong, dan takabur, maka bukan hanya sia-sia, bahkan dapat mengurangi nilai atas apa yang telah kita lakukan.
Julianti, 9 September 2016

Jumat, 02 September 2016

CELOTEH ANAK - Motivator Hebat

CELOTEH ANAK
Motivator  Hebat

Tidak ada waktu lagi untuk bersantai, lima belas menit menjelang masuk sekolah pagi.
Perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar sepuluh menit.
Nabasa dan Alecia bergegas mempersiapkan diri.
Ibu menunggu di atas motor dengan kostum lengkap: jeket, sepatu, celana panjang, helm, masker.
Setelah siap, anak-anak naik ke atas motor, Nabasa duduk di belakang ibu, Alecia duduk di depan ibu, masing-masing dengan helm-nya.
Motor dinyalakan, melaju cepat.
Di tengah perjalanan, terlihat antrian kendaraan begitu panjang.
Ibu berkata pada anak-anak,
Ibu             : "Waduh..., macet banget, sepertinya kita bakal terlambat, nih!"

Nabasa      : "Lewat jalan motong, Bu!"

Ibu              : "Ke mana, emang tahu jalannya?"

Nabasa      : "Tahu, belok kiri lewat jalan perkampungan, Teteh pernah lewat situ waktu mau kerja kelompok ke rumah teman."

Ibu             : "Ooo. Ayo kalau begitu!" Ibu membelokkan motor yang dikendarainya ke arah kiri.

Motor yang lain banyak juga yang lewat jalan itu.
Sampai di belokan, motor yang dikendarai ibu melaju pelan. Ibu melihat ke depan, tampak jalanan kecil menanjak sedikit curam, kanan kiri diapit parit, permukaan jalan tidak terlalu rata dan sepertinya licin. Ibu khawatir jika terus melaju akan terjatuh, kasihan anak-anak, lalu berpikir untuk meminta anak-anak turun sebentar, berjalan kaki hingga lewat tanjakan, motor akan ibu dorong.
Rupanya Nabasa dapat membaca kekhawatiran ibu, ia pun berkata,
Nabasa      : "Ayo, Bu! Kenapa berhenti?"

Ibu             : "Wah, jalanannya curam, licin lagi, Ibu tidak bisa, Nabasa!"

Nabasa      : "Ayo, Bu! Ibu bisa!" Memberi semangat.

Ibu             : "Nanti jatuh. Kalian turun aja dulu."

Nabasa      : "Tidak, Bu! Ibu past bisa! Gas! Gas!" Nabasa terus memberi semangat dan rasa percaya diri pada ibu.

Alecia yang duduk di depan hanya menatap jalanan tanpa kata-kata.
Ibu melihat ke belakang, tampak antrian motor yang lain menunggunya untuk segera melaju.

Nabasa      : "Ayo, Bu...! Gas! Gas!" Memperkuat suaranya.

Ibu pun menarik gas tanpa banyak pikir lagi, "Brrreeem...!" Suara motor menaiki tanjakan, ibu berkonsentrasi menjaga keseimbangan.
Akhirnya terlewati sudah satu tantangan.

Nabasa      : "Tuh kan, Ibu bisa!"

Ibu             : "Iya." Tersenyum walau jantungnya masih berdebar kencang.

Nabasa     : "Belok kiri, Bu!" Nabasa mengarahkan.

Ibu             : "Wah, berlumpur, becek, hati-hati baju kalian kecipratan kotor!"

Nabasa      : "Tidak apa-apa, lanjut terus, Bu!"

Ibu membawa motor dengan hati-hati, hingga sampailah di depan sekolah dengan selamat dan tepat waktu.

Ibu              : "Alhamdulillah...." Ibu menghentikan motornya dengan perasaan lega.

Nabasa dan Alecia turun dari motor, lalu mencium tangan ibu, pamit hendak masuk ke sekolah. Mereka berjalan menuju pintu gerbang sambil berbincang seru.
Ibu kembali mengendarai motornya melewati jalan yang biasa menuju rumah.
***

Banyak hal yang dilakukan seorang ibu atas dasar kasih sayang terhadap anaknya. Menghadapi tantangan, menerjang rintangan yang menghadang. Hingga pada titik pencapaian.
Anak-anak merupakan motivator yang hebat bagi seorang ibu.
Julianti, Ciputat 01092016

Kamis, 01 September 2016

POROS



POROS

"Kau adalah bola dunia
Yang akan terus berputar pada porosnya
Dan bergerak pada garis edarnya
Tidak akan keluar daripadanya
Jika itu terjadi, maka kiamatlah"
Julianti, Ciputat, 30082016 0200