CELOTEH ANAK
Tepa Salira
Nabasa, Alecia, Kinanti dan Ibu, sedang menonton tv sambil makan timun.
Kinanti menghampiri ibu, menyodorkan sepotong timun sisa, bagian ujungnya, ke mulut ibu.
Kinanti : "Bu, A!"
Ibu memegang tangan Kinanti, melihat ke arah timun itu.
Ibu : "Mmm... tidak mau!" Sambil menggelengkan kepala.
Kinanti : "Biasanya Ibu mau. A!" Sedikit memaksa.
Rupanya Nabasa memperhatikan tingkah Kinanti, dengan suara agak kencang ia memberitahu.
Nabasa : "Kinan, Itu kan pahit! Kenapa dikasih Ibu? jangan mentang-mentang Ibu suka makan sisa kita, asal kasih aja!"
Kinanti melihat ke Nabasa dengan raut muka cemberut.
Ibu : "Sini Kinan...." Memanggil Kinanti dengan lembut, menarik tangannya perlahan.
Kinanti duduk dipangkuan ibu.
Ibu : "Kinan tahu tidak, itu pahit?"
Kinanti : "Tahu."
Ibu : "Kenapa disuapin ke Ibu?"
Kinanti : "Ibu kan suka makan, makanan Kinan yang tidak habis."
Ibu : "Kalau Kinan merasa pahit, kemungkinan yang lain juga sama. Harusnya tanya dulu, suka atau tidak. Jadi jangan langsung suapin aja, apalagi memaksanya." Menatap Kinanti sambil tersenyum.
Kinanti : "Iya, Bu." Kinanti menaruh timun sisa di atas meja, mengambil kembali timun baru yang sudah dibelah, dibuang ujung yang pahitnya, lalu menyuapi ibu.
Kinanti : "Ini tidak pahit, Bu. A...!"
Nabasa : "Nah... begitu, dong!" Kembali menonton tv.
Ibu tersenyum sambil mengunyah.
Alecia tertawa kecil.
Anak-anak melakukan apa yang sering mereka lihat, tanpa banyak berpikir, atau merasakan.
Jika orang dewasa masih seperti itu? mungkin lupa, bahwa sudah bukan anak-anak lagi.☺
Tepa salira: dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, menyikapi dengan bijak, adalah ciri orang yang berjiwa dewasa.
Julianti, Ciputat, 20072016